Monday, February 15, 2010

Penerapan Teknologi Dalam Kehidupan Nyata

Penerapan Teknologi Informasi Di Bidang Kemiliteran
Sistem informasi ini sebenarnya sudah lama digunakan di lingkungan Dephan dan TNI, sebagai contoh sekitar tahun 1990 melalui Proyek Delta-9 Dephan melalui Pussurta Dephankam, ke jajaran Komando Daerah Militer (Kodam) TNI-AD telah didrop perangkat SIG lengkap dengan perangkat keras berupa computer, plotter dan digitizer dan software Arc/info, demikian pula dengan beberapa Kodam lainnya. Namun pemanfaatannya belum optimal sesuai dengan kemampuan dan fasilitas perangkat SIG yang tersedia. Hal tersebut selain disebabkan kurangnya SDM yang berkualitas untuk menanganinya, juga karena tidak dibentuknya organisasi kerja/sistem, demikian pula dengan data base pendukungnya. Pada saat perangkat SIG ini akan didrop, hanya satu atau dua personil dari masing-masing Kodam dikursuskan untuk menjadi operator sistem tersebut, dan sebelumnya tidak dibentuk organisasi pelaksananya, apalagi pembangunan system dan perancangan data basenya.
orang Amerika bisa menyaksikan pergerakan pesawat, tank, dan kendaraan yang lain dalam Perang Teluk, tetapi mereka tidak mengerti bagaimana arus informasi yang menyebabkan semua itu terjadi. Arus informasi itulah yang lebih penting dalam fungsi militer. Ini dimungkinkan karena Amerika Serikat mempunyai “senjata” yang sangat hebat yaitu AWACS (Airborne Warning and Control System) dan J-STARS (Joint Surveillance and Target Attack Radar System). AWACS sebetulnya merupakan pesawat Boeing 707 yang dilengkapi dengan komputer, sarana komunikasi, radar, sensor yang dapat memantau 360 derajat, untuk mendeteksi pesawat dan senjata musuh dan mengirimkan data tersebut kepada J-STARS di darat. J-STARS dapat memberikan sasaran dan gambar pergerakan musuh kepada komandan pada jangkauan 155 mil dalam segala cuaca dengan ketepatan 90 persen. Dengan menggunakan teknologi ini maka sasaran dapat dipilih lebih pada menara gelombang mikro, sentral telepon, jaringan serat optik, dan sarana lain pembawa kabel koaksial komunikasi (Toffler, 1993)
Dalam hal peningkatan kemampuan pasukan, US Army mencoba model pertempuran yang menghubungkan setiap prajurit dengan sistem senjata secara elektronis. Tim peneliti dari Motorola dan laboratorium US Army di Natick, Massachusetts, merencanakan suatu prototipe dari peralatan untuk tentara masa depan. Helm prajurit dilengkapi dengan mikrofon untuk komunikasi, night-vision goggles dan thermal-imaging sensors untuk melihat di tempat gelap, dilengkapi layar di depan mata untuk mengetahui posisi dan mampu memberikan informasi yang akurat. Selama simulasi pertempuran di Fort Leavenworth, Kansas, divisi infantri dengan 20.000 personel, yang dilengkapi perlengkapan yang mutakhir tersebut, mampu menaklukkan pasukan dengan kekuatan tiga kali lebih besar. (Washington, D. W. Onward Cyber Soldier. Time Magazine, 146 (8))
Militer telah menempatkan teknologi informasi sebagai salah satu senjata yang mendukung kekuatan dan soliditas organisasi. Penerapan teknologi informasi pada organisasi militer dapat meningkatkan kualitas pemilihan strategi (dengan Decision Support System), peningkatan akurasi dan keandalan teknologi persenjataan (dengan rekayasa hardware dan software), pemerolehan personel militer yang mumpuni (dengan rekrutmen berbasis teknologi informasi) dan proses pembinaan personel militer yang lebih baik (dengan sistem informasi). Sejurus dengan hal tersebut, pemanfaatan teknologi informasi secara benar telah mampu mengeliminasi ancaman-ancaman penyalahgunaan data militer (dengan penerapan teknologi keamanan komputer dan jaringan) yang saat ini banyak beredar melalui media teknologi informasi. Dengan demikian saat ini sulit dihindari penerapan teknologi informasi dalam sistem organisasi militer, pada bagian operasional maupun bagian lain, seperti pengelolaan SDM.